Kamis, 10 Oktober 2013

Saat para hamba TUHAN menutup kelopak mata, saat itulah Ghazali membuka lembar kehidupannya. Sering matanya berkaca-kaca seakan raga penuh dosa, namun tiada tetes air mata yang jatuh di pipinya. Kenangannya terserak bersama matinya sebuah kota. Kota yang tlah memberinya harapan telah sirna karena durjana. Disuatu senja, langit merintih menangisi kota tua itu. Tak ada yang tau. Hanya aku yang terpaku dibalik jendela usangpenuh debu. Lalu lalang penghuni kota, berpesta pora menyambut datangnya sang pendeta agung dari roma. Namun kenapa mereka berpesta pora, sedang para penduduk kotalah yang menyediakan anggur, bery, roti yang hanya mampu dinikmati para bangsawan istana. sampai kapan kegembiraan mereka diakhiri? Aku tak tahu. Yang aku tahu ketika aku duduk di bawah pohon dekat kastil itu, seorang elf mendatangiku. " kenapa kau bermuram durja wahai saudaraku? Bukankah TUHAN tememberkatimu dengan memberimu kebahagiaan, kesempurnaan yang tak DIA beri pada makhluk lain?. Bukankah seharusnya kau mensyukurinya saudaraku?" " Akh, itu kan pendapat anda. DIA selalu ada dihatiku, tapi apakah aku ada dihati NYA? Selama ini aku selalu berdo'a dengan butiran air mataku, namun IA tak pernah menyapaku. DIA sangat dekat, tapi tak pernah menjagaku. Kini hati ini telah kaku. Aku tak sudi lagi tuk meminta" " Kepedihan menari diatas kebahagiaanku. Tiap hari ia menyapa diantara dinding kota, ia menjadi duri kala aku berjalan diatasnya, dan aku tahu kau takkan pernah merasakan panasnya berjalan diatas bara tanpa alas kaki, menanggalkan pakaianmu kala badai salju menghampiri, karena engkau adalah ELF. Yang selalu IA beri kebahagiaan, hati nan tak pernah dahaga, dan kedamaian yang menyelubungi tiap sel darah dalam tubuhmu." " Bukan seperti itu wahai saudaraku, sertalah bersamaku". ia genggam kedua tanganku dan menyuruhku memejamkan mata. " Hendak kau bawa kemana diriku wahai saudaraku?" namun tiada sepatah katapun terlontar dari bibirnya. Perlahan kudengar alunan melodi nan begitu indah hingga tak kuasa air mata ini menetes jatuh ke tangan lembutnya. " Bukalah matamu wahai saudaraku. Disinilah ia memberiku apa yang kau sebut kebahagiaan" Seketika tubuhku terasa ringan hingga membawaku kepangkuan awan putih yang menyelimutiku bagai sayap bidadari yang memperlihatkan surga diatas lebatnya pohon odisey yang menenggerkan merpati yang menghembuskan hawa surga. Sungai kristal mengalir dari tetes embun pagi, senandung suara sang bidadari mengalun membentangkan sayap nan berkilau memancarkan pelita yang berkutat dalam keabadian. " Betapa mulianya kehidupanmu yang selalu berkubang dalam kebahagiaan, bersendawa angin surga, berpeluk hangat keabadian" " Itu hanyalah pandangan mata anda, keindahannya tak seperti bintang yang saling bercengkerama , menari membentuk sebuah rasi.Dan dengan itulah mereka berbahasa. Engkau tak pernah tahu bahwa semua itu adalah kehampaan. Coba saudara lihat dengan hati" "ya, ingin sekali aku melihatnya" saat kubuka mata yang ada hanyalah hamparan batu nisan. Apa maksud semua ini? apa mungkin ia....? bELUM SEMPAT AKU BERPIKIR TIBA-TIBA SUARA LEMBUTNYA MENYAPAKU. " Bukan, aku hanya manusia biasa. Disinilah aku kehilangan pelangi dalam butiran hujan. Aku terjelembab dalam hangatnya lantai kristal yang begitu indah memendarkan cahaya kahidupan. Hatiku tlah mati, terkubur disini, cintaku tlah kugantungkan bersama bintang-bintang sehingga aku sendiri tak lagi dapat melihatnya" Kupandang tulisan diatas batu nisan itu begitu indah terukir sebuah nama ANGGRA. Aku tertegun, " Jangan-jangan aku bertemu FARRIZ," seorang pemuda yang dikatakan orang menjadi gila karena kehilangan kekasihnya. Pada saat hari pernikahan kekasihnya, FARRIZ kembali dari dari negeri sebrang. Saat kekasihnya melihatnya, iapun menangis dan terus menangis. Bahkan saat ijab qabul dilaksanakan, tiba-tiba ia terjatuh dan menghembuskan nafas terakhirnya. Dan saat itulah kegilaan FARRIZ dimulai. Ia menghampiri mayat kekasihnya sambil mengacungkan pistol. Tak ada seorangpun yang boleh mendekati jenazah kekasihnya. Dengan uraian air mata, ia bawa jenazah kekasihnya kerumahnya. Ia mengurus jenazah itu sendiri, ia pakaikan baju pengantin lalu ia masukkan jenazah itu kedalam peti. Saat hujan turus dengar disertai badai dan petir nan bergemuruh, ia bawa peti itu ka makam ini. Sendirian ia menggali kubur ini, ia ukir nisan ini. Setelah ia selesai mengubur jenazah kekasihnya, ia menjatuhkan diri diatas makam itu. Setiap hari ia datang ke makam itu, ia menjaganya, tak ada seorangpun ia perbolehkan ziarah ke makam kekasihnya. Tapi kenapa ia mengajakku kesini? " Taukah engakau betapa tipisnya jarak antara kebahagiaan dan penderitaan? Aku tak lagi mempunyai hati sehingga aku tak lagi dapat merasakan apa arti bahagia, kesedihan, ataupun cinta" " Lalu kenapa kau bawa aku kemari? Kenapa kau ijinkan aku datang ke makam kekasihmu?" ia hanya menoleh ke arahku kemudian ia meletakkan karangan bunga diatas sebuah batu nisan yang masih baru. Mungkin 3 hari yang lalu ada mayat yang baru saja dikuburkan diatas batu nisan itu. Aku pun menghampirinya. Saat kulihat tulisan diatas batu nisan itu...... Tubuhku terasa lemas, kepalaku bagai tersambar petir. Aku menjatuhkan diri diatas makam itu dan hanya bisa menangis.

0 komentar :

Posting Komentar